A. Pengertian Tafsir
Secara etimologi tafsir berarti menjelaskan dan mengungkapkan. Sedangkan menurut istilah adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz-lafadz Al-Qur’an, makna-makna yang ditunjukkannya dan hukun-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersusun, serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan tersusun.
Selanjutnya, pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan oleh pakar Al-Qur’an tampil dalam formulasi yang berbeda tetapi esensi yang sama. Aljurjani misalnya, mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab alnuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. Sementara itu Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan, sebagaimana dikutip Al-Suyuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal Al-Qur’an disertai makna serta hokum-hukum yang terkandung didalamnya. Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan cara mengambil penjelasan makna-maknanya, hokum serta hikmah yang terkandung didalamnya.
Dari beberapa definisi diatas kita dapat menemukan tiga ciri utama tafsir. Pertama, dililihat dari segi objek pembahasan. Yang ke-dua, dilihat dari segi tujuannya. Yang ke-tiga dilihat dari segi sifat dan kedudukannya.
B. Ilmu-Ilmu Yang Diperlukan Oleh Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir membutuhkan ilmu-ilmu lain yang dimiliki oleh setiap orang yang hendak menfsirkan Al-Qur’an, antara lain:
1. ilmu bahasa arab, denga ilmu ini akan dapat diketahui syarh (penjelasa) kosa kata dan arti yang dikandungnya berdasarkan makna asalnya.
2. ilmu nahwu, untuk mengetahui perbedaan kata yang disebabkan perbedaan I’rab (setatusnya dalam suatu kalimat).
3. ilmu sharaf, dengan ilmu ini dapat diketahui berbagai bentuk kata.
4. ilmu ma’any, dengan ilmu ini dapat diketahi kekhususan-kekhususan stuktur kalimat.
5. ilmu bayan, dengan ilmu ini dapat diketahui kekhususan-kekhususan kalimat dilihat dari segi makna yang ditunjukkan.
6. ilmu badi’. Dengan ilmu ini akan diketahui segi-segi keindahan kalimat.
Tiga ilmu terakhir, yakni ma’any, bayan, dan badi’, termasuk ilmu yang sengat dipersyaratkan bagi seorang mufasir.
7. ilmu qiraah. Dengan ilmu ini dapat diketahui cara mengucapkan ayat-ayat Quran dan makhraj-makhraj huruf.
8. asbabun nuzul, dengan ini akan diketahui arti seatu ayat Al-Qur’an berdasrkan peristiwa yang melatar-belakangi turunnya.
9. nasikh dan mansukh. Agar dapat diketahui dang dibedakan antara lafadz muhkan dari yang lainnya.
10. hadits-hadits shohih yang menjelaskan penafsiran lafadz mujmal dan mubham.
C. Model- Model Penelitian Tafsir
Para pakar Al-qur’an telah meneliti dan mengembanngkan model-model pelitian tafsir lengkap dengan hasil-hasilnya. Berikut akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al-Qur’an yang dilkukan para ulama tafsir, sebagai berikut.
1. Model Quraish Shihab
H.M. Quraish Shihab (lahir th.1944) pakar dibidang Tafsir dan Hadits se-Asia Tenggara, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu dibidang Tafsir. Ia, misalnya telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan H.Rasyid Ridha yang berjudul Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Model penelitian Tafsir yang dikembangkan H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analisis dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupa menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama terdahulu berdasarkan berbagi literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis ulama tafsir yang bersangkutan, maupun ulama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literartur tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan kategorisasi dan perbandingan.
Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang; (1) Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir (2) Corak-corak tafsir (3) Macam-macam metode penafsiran Al-Qur’an (4) Syarat-syarat dalam menafsirkan Al-Qur’an, dan (5) Hubungan tafsir modernisasi.
a. Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan Tafsir
perkembangan tafsir dapat dibagi kedalam tiga periode. Periode 1, yaitu masa Rasulullah, sahabat, dan permulaan tabi’in, dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatannya tersebar secara lisan. Periode II, bermula pada masa pemerintah ‘Umar bin Abdul ‘Azis(99-101). Dimana tafsir ditulis bergabung dengan penulisan Hadits, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadits walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi al-Ma’tsur. Periode III, dengan dimulai penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh Al-Farra(w.207 H) dengan kitabnya berjudul Ma’ani Alqur’an.
b. Corak penafsiran
1. Corak Sastra Bahasa.
2. Corak filsafat dan teologi.
3. Corak penafsiran ilmiah.
4. Corak fiqh atau hokum.
5. Corak tasawuf
6. Corak sastra budaya kemasyarakatan.
c. Macam-macam metode penafsiran Alqur’an
1. Corak Ma’syur (Riwayat)
2. Metode penalaran : pendekatan dan da corak-coraknya
a. Metode tahlily yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany.
b. Metode ijmaly yaitu menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki.
c. Metode muqaran yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur’an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat itu.
d. Metode mawdlu’y yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah serta mengarah kepada satu pengertian atau satu tujuan.
2. Model Ahmad Al-Syarbashi
Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode diskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana yang dilakukan Qraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaaan yang ditulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir Al-Thabari, Al-Zamakhsari, Jalaluddin Assuyuthi, Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Syatibi, Haji Khalifah. Hasil penelitiannya itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran Al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan dalam bidang tafsir.
3. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan dan masuk dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Syaikh Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, diskriptif dan analistis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama’ terdahulu.
Tentang macam-macam metode memahami Al-Qur’an, Al-Ghozali membaginya ke dalam metode klasik dan metode modern. Menurutnya dalam berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur’an yang berawal dari ulama’ generasi terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan Al-Qur’an, sehingga lahirlah apa yang kita kenal dengan metode memahami Al-Qur’an. Kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, fiqh, kalam, aspek sufistikfilosofisnya, pendidikan dan sebagainya dengan menggunakan metode yang telah ada, dapatkah kita menggunakannya pada zaman sekarang? Demikian pertanyaan yang diajukan Al-Ghozali setelah ia menemukan berbagai metode yang digunakan para ulama’ terdahulu dalam memahami Al-Qur’an. Muhammad Al-Ghazali misalnya menyebutkan metode kajian Teologis, sufistik, dan filosofis yang dianggap radikal dan menyentuh masalah-masalah hukum.
4. Metode penelitian kontemporer
a. Metode Hermeneutik
Menurut Palmer, dua aliran bisa dilihat dalam meneliti sebuah definisi Hermeneutik. Aliran pertama, menganggap Hermeneutik sebagai kerangka umum prrinsip-prinsip metodologi yang mendasari penafsiran. Sementara aliran kedua memandang Hermeneutik sebagai eksplorasi karakter filosofis dan syarat yang dibutuhkan bagi semua pemahaman. Braaten mengambil dua aliran ini ketika mendefinisikan Hermeneutik sebagai ilmu pengetahuan yang merefleksikan tentang bagaimana sebuah kata atau peristiwa dan kultur masa lalu dapat dimengerti dan secara eksistensial menjadi bermakna dalam situasi kita sekarang ini. Hermeneutik mencakup baik aturan metodolgi yang diaplikasikan dalam penafsiran maupun asumsi-asumsi epistimologis dalam pemahaman.
b. Metode Tematik
Penafsiran Tematik adalah sebuah metode dengan beberapa aturan yang bisa diringkas sebagai berikut:
1) Komitmen sosial politik
2) Meringkas ayat-ayat dalam satu tema
3) Mencari sesuatu
4) Mengklasifikasi bentuk-bentuk linguistic
5) Bangunan struktur
6) Analisis situasi factual
7) Membandingkan antara yang ideal dan yang real
8) Deskripsi cara atau aksi
c. Metode Semiotik
Metode ini bertujuan menjelaskan beberapa aspek bahasa puitis Al-Qur’an, khususnya mengenai penggambaran nama-nama dan sifat-sifat Tuhan sekalipun demikian diperlukan beberapa modifikasi untuk menunjuk pengaruh pemaparan bahasa semacam itu terhadap pemikiran Islam dan menguraikan sastra teks Al-Qur’an dan tekstualitasnya.
Daftar Pustaka
- Nata Abbuddin,Prof.Dr.H.M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998.
- Al-‘Aridl,’Ali Hasan.Dr, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta, CV Rajawali, 1991.
- Wahid Marzuki, Drs.H.M.A, Studi Al-Qur’an Kontemporer, Bandung, Pustaka Setia, 2005.
Selanjutnya, pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan oleh pakar Al-Qur’an tampil dalam formulasi yang berbeda tetapi esensi yang sama. Aljurjani misalnya, mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab alnuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. Sementara itu Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan, sebagaimana dikutip Al-Suyuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal Al-Qur’an disertai makna serta hokum-hukum yang terkandung didalamnya. Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan cara mengambil penjelasan makna-maknanya, hokum serta hikmah yang terkandung didalamnya.
Dari beberapa definisi diatas kita dapat menemukan tiga ciri utama tafsir. Pertama, dililihat dari segi objek pembahasan. Yang ke-dua, dilihat dari segi tujuannya. Yang ke-tiga dilihat dari segi sifat dan kedudukannya.
B. Ilmu-Ilmu Yang Diperlukan Oleh Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir membutuhkan ilmu-ilmu lain yang dimiliki oleh setiap orang yang hendak menfsirkan Al-Qur’an, antara lain:
1. ilmu bahasa arab, denga ilmu ini akan dapat diketahui syarh (penjelasa) kosa kata dan arti yang dikandungnya berdasarkan makna asalnya.
2. ilmu nahwu, untuk mengetahui perbedaan kata yang disebabkan perbedaan I’rab (setatusnya dalam suatu kalimat).
3. ilmu sharaf, dengan ilmu ini dapat diketahui berbagai bentuk kata.
4. ilmu ma’any, dengan ilmu ini dapat diketahi kekhususan-kekhususan stuktur kalimat.
5. ilmu bayan, dengan ilmu ini dapat diketahui kekhususan-kekhususan kalimat dilihat dari segi makna yang ditunjukkan.
6. ilmu badi’. Dengan ilmu ini akan diketahui segi-segi keindahan kalimat.
Tiga ilmu terakhir, yakni ma’any, bayan, dan badi’, termasuk ilmu yang sengat dipersyaratkan bagi seorang mufasir.
7. ilmu qiraah. Dengan ilmu ini dapat diketahui cara mengucapkan ayat-ayat Quran dan makhraj-makhraj huruf.
8. asbabun nuzul, dengan ini akan diketahui arti seatu ayat Al-Qur’an berdasrkan peristiwa yang melatar-belakangi turunnya.
9. nasikh dan mansukh. Agar dapat diketahui dang dibedakan antara lafadz muhkan dari yang lainnya.
10. hadits-hadits shohih yang menjelaskan penafsiran lafadz mujmal dan mubham.
C. Model- Model Penelitian Tafsir
Para pakar Al-qur’an telah meneliti dan mengembanngkan model-model pelitian tafsir lengkap dengan hasil-hasilnya. Berikut akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al-Qur’an yang dilkukan para ulama tafsir, sebagai berikut.
1. Model Quraish Shihab
H.M. Quraish Shihab (lahir th.1944) pakar dibidang Tafsir dan Hadits se-Asia Tenggara, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu dibidang Tafsir. Ia, misalnya telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan H.Rasyid Ridha yang berjudul Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Model penelitian Tafsir yang dikembangkan H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analisis dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupa menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama terdahulu berdasarkan berbagi literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis ulama tafsir yang bersangkutan, maupun ulama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literartur tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan kategorisasi dan perbandingan.
Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang; (1) Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir (2) Corak-corak tafsir (3) Macam-macam metode penafsiran Al-Qur’an (4) Syarat-syarat dalam menafsirkan Al-Qur’an, dan (5) Hubungan tafsir modernisasi.
a. Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan Tafsir
perkembangan tafsir dapat dibagi kedalam tiga periode. Periode 1, yaitu masa Rasulullah, sahabat, dan permulaan tabi’in, dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatannya tersebar secara lisan. Periode II, bermula pada masa pemerintah ‘Umar bin Abdul ‘Azis(99-101). Dimana tafsir ditulis bergabung dengan penulisan Hadits, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadits walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi al-Ma’tsur. Periode III, dengan dimulai penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh Al-Farra(w.207 H) dengan kitabnya berjudul Ma’ani Alqur’an.
b. Corak penafsiran
1. Corak Sastra Bahasa.
2. Corak filsafat dan teologi.
3. Corak penafsiran ilmiah.
4. Corak fiqh atau hokum.
5. Corak tasawuf
6. Corak sastra budaya kemasyarakatan.
c. Macam-macam metode penafsiran Alqur’an
1. Corak Ma’syur (Riwayat)
2. Metode penalaran : pendekatan dan da corak-coraknya
a. Metode tahlily yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany.
b. Metode ijmaly yaitu menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki.
c. Metode muqaran yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur’an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat itu.
d. Metode mawdlu’y yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah serta mengarah kepada satu pengertian atau satu tujuan.
2. Model Ahmad Al-Syarbashi
Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode diskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana yang dilakukan Qraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaaan yang ditulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir Al-Thabari, Al-Zamakhsari, Jalaluddin Assuyuthi, Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Syatibi, Haji Khalifah. Hasil penelitiannya itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran Al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan dalam bidang tafsir.
3. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan dan masuk dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Syaikh Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, diskriptif dan analistis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama’ terdahulu.
Tentang macam-macam metode memahami Al-Qur’an, Al-Ghozali membaginya ke dalam metode klasik dan metode modern. Menurutnya dalam berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur’an yang berawal dari ulama’ generasi terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan Al-Qur’an, sehingga lahirlah apa yang kita kenal dengan metode memahami Al-Qur’an. Kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, fiqh, kalam, aspek sufistikfilosofisnya, pendidikan dan sebagainya dengan menggunakan metode yang telah ada, dapatkah kita menggunakannya pada zaman sekarang? Demikian pertanyaan yang diajukan Al-Ghozali setelah ia menemukan berbagai metode yang digunakan para ulama’ terdahulu dalam memahami Al-Qur’an. Muhammad Al-Ghazali misalnya menyebutkan metode kajian Teologis, sufistik, dan filosofis yang dianggap radikal dan menyentuh masalah-masalah hukum.
4. Metode penelitian kontemporer
a. Metode Hermeneutik
Menurut Palmer, dua aliran bisa dilihat dalam meneliti sebuah definisi Hermeneutik. Aliran pertama, menganggap Hermeneutik sebagai kerangka umum prrinsip-prinsip metodologi yang mendasari penafsiran. Sementara aliran kedua memandang Hermeneutik sebagai eksplorasi karakter filosofis dan syarat yang dibutuhkan bagi semua pemahaman. Braaten mengambil dua aliran ini ketika mendefinisikan Hermeneutik sebagai ilmu pengetahuan yang merefleksikan tentang bagaimana sebuah kata atau peristiwa dan kultur masa lalu dapat dimengerti dan secara eksistensial menjadi bermakna dalam situasi kita sekarang ini. Hermeneutik mencakup baik aturan metodolgi yang diaplikasikan dalam penafsiran maupun asumsi-asumsi epistimologis dalam pemahaman.
b. Metode Tematik
Penafsiran Tematik adalah sebuah metode dengan beberapa aturan yang bisa diringkas sebagai berikut:
1) Komitmen sosial politik
2) Meringkas ayat-ayat dalam satu tema
3) Mencari sesuatu
4) Mengklasifikasi bentuk-bentuk linguistic
5) Bangunan struktur
6) Analisis situasi factual
7) Membandingkan antara yang ideal dan yang real
8) Deskripsi cara atau aksi
c. Metode Semiotik
Metode ini bertujuan menjelaskan beberapa aspek bahasa puitis Al-Qur’an, khususnya mengenai penggambaran nama-nama dan sifat-sifat Tuhan sekalipun demikian diperlukan beberapa modifikasi untuk menunjuk pengaruh pemaparan bahasa semacam itu terhadap pemikiran Islam dan menguraikan sastra teks Al-Qur’an dan tekstualitasnya.
Daftar Pustaka
- Nata Abbuddin,Prof.Dr.H.M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998.
- Al-‘Aridl,’Ali Hasan.Dr, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta, CV Rajawali, 1991.
- Wahid Marzuki, Drs.H.M.A, Studi Al-Qur’an Kontemporer, Bandung, Pustaka Setia, 2005.